Jumat, 22 Mei 2009

film Warto togel


WARTO TOGEL THE MOVIE
FILM TEGALAN 2


Setelah sukes dengan Tukang-Tukang Kemoncer, Film Tegalan yang banyak ditonton pemirsa lewat internet. Sindoro Multimedia, komunitas film indie Tegal yang dipimpin oleh Ketua Komite Sinematografi Dewan Kesenian Tegal, Andy Prasetyo baru-baru ini mempersiapkan sebuah karya film Tegalan. Tidak tanggung-tanggung konsep yang akan disampaikan dalam film Tegalan ke-2 ini adalah himbauan untuk para penggemar togel.
Film berdurasi 30 menit ini, murni mempergunakan bahasa Tegal dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah standar sinematografi.
“ Selain mempergunakan bahasa Tegal asli, Warto Togel juga ber subtitle bahasa Inggris, karena film ini akan kita screening di Belanda, bekerjasama dengan mahasiswa Indonesia disana” ujar Andy, sutradara Warto Togel.

Sebagai seorang ketua komite film di DKKT, Andy merasa perlu untuk mengangkat bahasa Tegal karena kontaminasi yang dominan dengan unsure budaya luar sangat tinggi, mengingat Tegal sebagai kota transit.
Belakangan, selain usaha untuk menghidupkan bahasa Tegal sebagai bahasa ibu lewat film, karya-karya satra Tegalan pun bermunculan sebagai pendamping dan usaha yang dilakukan oleh para seniman Tegal untuk meng uri-uri bahasa Tegal, diantaranya adalah Lanang Setiawan, Bontot Sukandar, Hadi Utomo dan beberapa seniman lainnya.

Warto Togel yang akan mulai digarap pada tanggal 12 Desember 2008 nanti melibatkan 8 orang crew dan 24 pemain. Hingga saat ini proses produksi sudah mencapai tahap reading scenario.
Sementara itu, scenario yang ditulis oleh Hasan Bisri memuat ide dari seniman di komunitas Sorlem Tegal, diantaranya adalah Dwi Ery Santoso sedangkan untuk peƱata musik dipercayakan kepada seniman besar Nurngudiono.

Ketika disinggung tentang synopsis filmnya, Andy mengatakan bahwa film ini merupakan gambaran para penggemar togel “semoga dengan diluncurkannya film ini nanti, sedikit banyak bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik “ ujarnya sambil mengundang masyarakat Kota Tegal untuk ikut menyaksikan film Warto Togel pada pemutaran perdana tanggal 28 Desember nanti di Gedung Kesenian Kota Tegal atau dapat disaksikan di blognya yaitu senimantegal.blogspot.com

Sementara itu disinggung keterkaitan pemerintah dengan produksi film ini, Andy mengatakan sejauh ini dukungan pemerintah terhadap pelestarian bahasa Tegal maupun film Tegalan cukup bagus. Akhirnya Andy mengharapkan kepada warga Tegal sendiri agar dapat bersama-sama melestarikan budaya dan bahasa Tegal yang kian hari kian terkikis oleh budaya dari daerah lain.

Sabtu, 02 Mei 2009

lukisan anak






Pameran Lukisan Anak, Pameran untuk Sang Juara

Laporan Wartawan Kompas Siwi Nurbiajanti

TEGAL, KOMPAS -- Dunia anak merupakan dunia penuh kebebasan.

Kebebasan itu pula yang akhirnya memunculkan berbagai kreatifitas

dalam berkarya, termasuk kreatifitas menggambar.

Berangkat dari ide itu, Galeri Wied Kota Tegal mencoba menyelenggarakan

pameran lukisan anak-anak berprestasi ‘Sang Juara Moncer 2007’.

Pameran digelar di lantai dasar Pasific Mall Kota Tegal, selama delapan hari

mulai Minggu (4/2).

Sebanyak 18 pelukis cilik (usia TK hingga SD) ikut serta dalam acara tersebut.

Tidak kurang dari 60 karya dengan berbagai tema dipamerkan di sana.

Pameran dikhususkan bagi siswa yang bersekolah di Kota Tegal.

Pemilik Galeri Wied, Widodo mengatakan, pameran lukisan dimaksudkan

untuk meramaikan kegiatan seni lukis di Kota Tegal,

khususnya untuk anak-anak.

Pameran itu baru pertama kali diselenggarakan.

Menurutnya, selama ini, karya anak-anak jarang terekspos.

Biasanya karya itu hanya disimpan saja di rumah.

Padahal karya anak-anak justru lebih beragam dan ekspresif

bila dibandingkan karya orang dewasa.

Dengan jiwanya yang masih polos, anak-anak mampu bercerita mengenai sebuah ide,

dalam berbagai ragam goresan.

Selain itu, sejumlah anak-anak di Kota Tegal telah berhasil menunjukkan

prestasi melukis, baik di tingkat lokal maupun provinsi. Oleh karena itu,

agar prestasi tersebut bisa diabadikan, diselenggarakanlah pameran lukisan anak-anak.

Widodo mengatakan, semua lukisan yang dipamerkan di sana

merupakan lukisan yang pernah memenangkan lomba.

Hampir semua karya lukis masih menggunakan pewarna crayon dan spidol.

Meskipun demikian, karya anak-anak tersebut tetap mampu

menggambarkan ide cerita yang ditawarkan pelukisnya.

Seperti lukisan karya Hana Novita Hasan berjudul Perang antar Suku.

Lukisan itu jelas menggambarkan medan pertempuran antara dua golongan,

lengkap dengan senjata yang mereka gunakan.

Meski tidak secara spesifik memperlihatkan asal golongan yang bertempur,

namun ide Hana mampu terekspresikan secara sempurna dalam karya tersebut.

Menurut Hana, proses membuat karya lukis diawali dari kegemarannya menggambar.

Kegiatan itu telah ditekuninya sejak duduk di bangku taman kanak-kanak.

Kehadiran pameran kali ini, ia akui sebagai media yang bagus bagi pengembangan

seni lukis anak-anak. Dalam kegiatan tersebut, Hana menampilkan tujuh karya,

diantaranya berjudul Panjat Pinang, Terumbu Karang, Pasar Tradisional,

Perang antar Suku, dan Bermain.

Selain pameran lukisan, pada hari yang sama juga diselenggarakan pula

lomba menggambar dan mewarnai bagi pemula. Lomba mewarnai diikuti

sekitar 450 peserta dari TK hingga SD kelas III. Sedangka lomba menggambar

diikuti 150 peserta dari siswa SD kelas IV hingga VI.

(diambil dari harian Kompas, Minggu 04 februari 2007)


Tegal Laka-laka?

* Oleh Hartono Ch Surya

SLOGAN Tegal Laka-Laka baru saya ketahui ketika melintas jalan Ahmad Yani, tertempel pada sebuah billboard yang melintang di ruas jalan itu, bertuliskan warna emas menyala. Laka-laka (bahasa Tegal) artinya jarang ada atau langka. Kalau diterjemahkan secara harfiah artinya jarang ada jarang ada atau langka-langka.

Tetapi demikianlah uniknya bahasa Tegal. Perulangan kata; laka yang pertama dimaksudkan sebagai pokok ungkapan, kemudian kata laka kedua merupakan penegas/penyemangat. Kata laka-laka juga berarti; bukan main, hebat, top, luar biasa, sebagai bentuk ungkapan memuji (rasa kagum) terhadap sesuatu hal.

Sebelumnya juga pernah populer slogan Tegal Keminclong Moncer Kotane, slogan yang sebenarnya sudah bagus. Tetapi mau berapa pun slogan itu dibikin tidaklah penting benar, yang penting adalah konsistensinya. Sebagaimana konsistensi Tegal tempo doeloe, Tegal yang disimbolkan sebagai banteng loreng ginoncengan bocah angon.

Simbol banteng loreng adalah gambaran watak orang Tegal yang keras hati dan teguh pendirian, ginoncengan (dibonceng) bocah angon (anak gembala) artinya; betapapun keras watak orang Tegal, ia akan menjadi luluh/lembut bila berhadapan anak gembala sekalipun, asal tahu cara mengambil hatinya. Bocah angon melambangkan si kecil/rakyat kecil yang lugu dan jujur.

Adipati Martoloyo adalah simbol watak pemimpin Tegal yang tegas, keras hati, teguh pendirian, yang meletakkan nilai kebenaran, kejujuran dan harga diri di atas segalanya. Kekuasaan bagi Martoloyo adalah martabat, kekuasaan tanpa martabat adalah pecundang.

Karena tidak ingin jadi pecundang kekuasaan, Martoloyo memilih mati demi harga diri. Brubuh Martoloyo-Martopuro merupakan antiklimaks dari nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan harga diri itu. "Sekali berarti, setelah itu mati!" (pinjam puisi Chairil Anwar) barangkali itulah sikap Martoloyo selaku penguasa Tegal waktu itu.

Manifestasi Martabat

Kebijakan otonomi (UU No 22 Tahun 1999) barangkali merupakan manifestasi dari martabat/harga diri daerah, sebagaimana sikap Martoloyo, dalam rangka menciptakan kemandirian dan kesejahteraan bersama.

Untuk mencapai itu semua, dibutuhkan para profesional; cerdas, gesit, jujur, bersih, dan berwibawa. Kalaulah pemimpin, maka ia pemimpin yang adil, pemimpin yang tegas, pemimpin yang peka. Pemimpin yang tidak adil, tegas, dan peka adalah pemimpin yang tidak bermartabat.

Banyak kebocoran yang terjadi di daerah lantaran kurangnya profesionalisme penyelenggara negara. Korupsi terus berlangsung. Otonomi seluas-luasnya justru kesempatan korupsi sebanyak-banyaknya.

Indikasi negatif dalam praktik pelaksanaan otonomi daerah, ditengarai banyak pihak, tidak akan mencapai tujuan utama, yakni peningkatan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat, tanpa didukung tenaga profesional yang bersih dan atau pemimpin yang tegas adil dan jujur.

Pemimpin adalah pemegang amanat institusi, maka ia haruslah sang pengayom yang adil, atasan yang tegas, bapak yang bijak, dan orang tua yang peka. Pemimpin tanpa rasa keadilan adalah pemimpin tak bernurani, pemimpin tidak tegas adalah pemimpin lemah, pemimpin tidak bijak adalah pemimpin tak berbudi, dan pemimpin tidak peka adalah pemimpin bebal.

Maka kalau saja sikap kepemimpinan kita berpijak dari rasa keadilan, barangkali Tuhan segera menghentikan azab dan petaka di negeri ini.

Mulailah kepemimpinan di Tegal dengan rasa keadilan yang seluruh. Usut tuntas segala bentuk penyelewengan. Tindak tegas pejabat-pejabat korup. Bersihkan setiap lini dari orang-orang mbandel.

Beri kewenangan penuh Badan Pengawas agar tidak cuma jadi momok bagi pegawai kecil, tapi giliran ketemu pejabat-pejabat nakal, lha kok loyo kehabisan tenaga. Merenunglah barang sejenak; negeri ini telah mencapai rekor tertinggi di bidang korupsi.

Mulailah dari Tegal sayangku, mulailah. Bersihkanlah dari Tegal sayangku, bersihkanlah. Bila suatu saat nanti Adipati Martoloyo bangkit dari tidur panjangnya, maka jangan kaget kalau ia akan bilang; "Tegal Laka-Laka!" (11)

-- Hartono Ch Surya, ketua Yayasan Pustaka Tegal.

( diambil dari harian Suara Merdeka, senin 30 april 2007)


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Free PDF Files