Wicaksono Wisnu Legowo adalah sosok anak muda yang kreatif, terbukti dengan berbagai karyanya yang telah menyabet berbagai penghargaan, seperti film Tobong masuk dalam nominasi Festival Film Indonesia (FFI) katagori film pendek (2006), bukan hanya itu, tetapi sekali lagi, pemuda yang masih tercatat sebagai mahasiswa IKJ jurusan film dengan minta utama penyutradaraan ini, menunjukan kepiawaiannya terbukti pada FFI th.2008 juga sebagai nominator dengan garapan yang berjudul "Ibu dan anak-anakku".
pemuda yang kelahiran th.1983 ini, pada tanggal 18 oktober lalu mampu menumbuhkan semangat nasionalisme pada pengunjung acara pemutaran film dokumenter di kampus STAIN Pekalongan dalam acara "Monolog, baca puisi dan pemutaran film" yang diselenggarakan Komunitas Sorlem. film yang berjudul "Kita harus menang" yang menyodorkan ilustrasi sorak-sorai yang menggelegar di Gelora Sukarno dan berkumandang lagu-lagu Indonesia Raya dan Halo-Halo Bandung, sangat menyentuh beberapa mahasiswa yang menghadiri acara tersebut.
"acara yang digelar Komunitas Sorlem ini, merupakan acara yang sangat tepat. Karena sasarannya jelas, yaitu para mahasiswa. ini yang membuat saya sangat bersemangat mengisi acara."jelas Wisnu.
menurutnya, dirinya siap untuk mengisi acara-acara yang sifatnya apresiatip bagi masyarakat. Hal ini nampaknya tidak main-main, terbukti dia telah mendirikan sebuah komunitas Lincak yang beranggotakan anak-anak muda yang apresiatip terhadap dunia seni.
bukan hanya itu, wisnu yang dipercaya memegang komite sinematografi Dewan Kesenian Tegal, pada bulan desember bakal menggelar acara berbagai jenis seni, dari film sampai sastra.
Filmografi
IKAN SISA-SISA Produksi BAGIAN HUMAS DAN PROTOKOL KOTA TEGAL, 2009 PIRATES Produksi FFTV IKJ, 2009 KITA HARUS MENANG Produksi Gudang Production, 2009 TEMAN TAPI RACUN Produksi PEMKOT TEGAL, 2008 IBU DAN ANAK-ANAKKU Produksi FFTV IKJ, 2008 NGARAK BARONGAN Produksi FFTV IKJ, 2008 SERAGAM MERAH PUTIH Produksi FFTV IKJ, 2008 TOBONG Produksi Cahaya, 2006
Minggu, 25 Oktober 2009
wisnu bangkitkan nasionalisme di pekalongan
Diposting oleh ANGSA BIRU di 18.49 0 komentar
Jumat, 23 Oktober 2009
demo lukis ary jembrong
Melukis Ambeng di Atas Pintu Air
DI tengah terik matahari, sambil bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek, seniman lukis Ari Jembrong tampak serius melukis dengan dua tangannya.Tak hanya dengan kuas, bahkan kedua tangannya turut berlumuran cat.
Untuk menciptakan efek tertentu, tanpa sungkan dia pun meminum cairan cat akrilik warna, dan serta merta menyemburkan cat di atas kanvas yang dia bentangkan di atas pintu air Kalimati, Jalan Serayu, Kota Tegal.
Tak berapa lama lukisannya bergambar sebuah benteng Pasar Pagi, kapal, dan cap tangan itu dia selesaikan. Selesai melukis di atas canvas, kemudian dia kembali melukis di punggung dan kepala salah satu relawan Edi Junaedi (24).
Kepala Edi dia lumuri dengan cat warna merah, dan tubuhnya dilumuri berbagi warna seperti merah, kuning dan putih.
Tak butuh waktu lama, hanya sekitar 20 menit Ari pun menyelesaikan lukisannya.
Menurut penganut lukisan abstrak ini, Benteng Pasar Pagi dalam lukisannya melambangkan simbol Kota Tegal, Kapal sebagai simbol tumpeng, dan tangan melambangkan para calon gubernur maupun wali kota yang akan mencalonkan diri dalam Pilkada mendatang.
’’Tangan menunjukkan para calon yang akan ikut pilkada. Sedangkan melukis di tubuh dengan cat warna merah di kepala, melambangkan jangan sampai terjadi adu fisik saat Pilkada berlangsung,’’ jelasnya.
Pintu Air
Mengenai melukis di atas pintu air, dia menyebutkan, selain untuk apresiasi, hal ini karena pintu air di manapun tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah.
’’Pemerintah jarang memperhatikan pintu air, banyaknya musibah seperti banjir. karena pintu air tidak diperhatikan,’’ sebutnya.
Demo lukis yang dilakukan oleh Komunitas Sorlem, Rabu (5/3) sekitar pukul 12.00 itu, berhasil menarik perhatian beberapa pengemudi kendaraan dan pejalan kaki yang kebetulan melinas di jalan tersebut.
Ketua Komunitas Sorlem, Bontot Sukandar menyebutkan, ide mengadakan acara itu sendiri tercetus saat dia bersama komunitasnya sedang moci di bawah pohon mangga yang ada di Jalan Serayu.
’’Tema yang kami angkat adalah Ambeng Kota Tegal, karena ambeng (tumpeng) adalah simbol keselamatan. Kami melihat, menjelang Pilkada ini terjadi beberapa konflik di beberapa kubu para calon. Dengan konflik ini para seniman merasa prihatin, sehingga tercetuslah membuat acara ini,’’ jelasnya.
Menurut Bontot, baik lukisan maupun relawan yang bersedia dilukis tubuhnya ini, akan dipajang di atas pintu air Kalimati hingga malam hari. ’’Bahkan lukisan ini sudah ada yang pesan,’’ terangnya. (Cessnasari-15)
Diposting oleh ANGSA BIRU di 12.09 0 komentar
Selasa, 20 Oktober 2009
Slamet Riyadi unjuk kebolehan di Pekalongan
menyebut nama Slamet Riyadi sama saja dengan membuka peta perteateran kota tegal pada era 80 an, saat itu aktor yang satu ini kerap dipercaya untuk pegang peran dalam berbagai pementasan teater di kelompoknya (teater RSPD). lakon yang pernah diperaninnya antara lain : Roro Mendut, Langit Berkarat atau Sang Koruptor, Palagan Kuru Setra dll.
satu tahun berlakangan setelah lama "tertidur" dari dunia panggung teater, gairah berteaternya mulai bangkit kembali dimulai dengan pementasan monolog Waslam dipentaskan di TBRS (Semarang) TBS (Surakarta) bersama KOmunitas Sorlem, dengan naskah yang sama aktor yang juga pernah berperan dalam Ronggeng-ronggeng, pentas dihalaman rumah dinas wakil walikota Tegal( Dr.Maufur) pada tanggal 14 desember 2008.
sementara dalam acara di pekalongan mamet (panggilan akrabnya) mementaskan Warto gugat. dalam aksinya dipanggung monolog yang kesekian kalinya mampu merangsang imajinasi para pengunjung yang membawa pada nuansa kegelisahan pada tekana hidup yang menggencetnya sebagai orang kecil.
saat sekarang mamet sedang mempersiapkan naskah baru yang rencananya bakal dipentaskan di Bandung bersama Komunitas Sorlem.
"rasanya saya lebih tertantang untuk bermonolog, dibanding bermain kelompok" ujar mamet.
Diposting oleh ANGSA BIRU di 13.34 0 komentar
Senin, 19 Oktober 2009
Komunitas Sorlem ke Pekalongan
komunitas Sorlem segarkan Pekalongan
komunitas Sorlem yang belakangan vakum kegiatan, dikarenakan sebagian anggotanya dipercaya menjadi pengurus Dewan Kesenian Tegal. pada tanggal 17-18 oktober lalu memulai dengan gebrakan di Pekalongan mengusung monolog, baca puisi dan pemutaran film. "acara yang kami gelar di Pekalongan diharapkan bisa memicu gelegak kreatifitas para seniman pekalongan,karena kami rasakan kota yang lebih dikenal sebagai kota batik terasa ayem-ayem saja dalam geliat keseniannya, bahkan cenderumg vakum." ujar Bontot Sukandar ketua Komunitas Sorlem. dalam acara yang digelar kerjasama Komunitas Sorlem dan Teater Zenith STAIN Pekalongan,pada hari pertama 17 okt menyajikan baca puisi Bontot Sukandar yang membawakan 3 puisi Malam menghitung Langkah, saat ada justru tak ada dan puisi dialog karya sendiri, sempat memukau pengunjung. bahkan pada puisi yang ke 3 dibantu Jayanti ketua Teater Zenith terasa ada suasana yang mendukung karena yang dibawakan adalah puisi cinta. "puisi yang aku bawakan itu adalah puisi tentang kota tegal, yang lainnya adalah suasana di facebook,bahkan ada salah satu puisi yang diambil dari status dan komentar dari teman "dekat" dan dikompilasi menjadi satu puisi." jelas Bontot yang sekarang dipercaya sebagai bendahara Dewan Kesenian Tegal. penampilan kedua diisi monolog yang dibawakan Slamet riyadi juga tak kalah menariknya, mamet yang telah diasah keaktorannya puluhan tahun di teater RSPD,bermain dengan total, cuma sayangnya auditorium STAIN tempat acara berlangsung akustiknya tak mendukung, sehingga artikulasi tak sampai ke penonton. setelah dua acara tersebut dilanjutkan dengan diskusi dengan pembicara Estu Marhaento, cukup mengena dengan menceritakan pengalamannya ketika masih nyantrik di bengkel Teater Rendra. seniman-seniman senior pekalongan seperti EDi Keling, Oso, Hadi Lempe dll sempat terpancing untuk membangkitkan kesenian di Pekalongan.
sementara tanggal 18 oktober komunitas sorlem sebagai acara lanjutam mengadakan pemutaran film karya suryo sukarno Pekalongan judul "Pahlawan", sedang film kedua karya Wicaksono Wisnu Legowo " Kita harus menang" sebagai film dokumenter mampu memberikan inspirasi bagi pengunjung untuk lebih menanamkan rasa nasionalisme.
Diposting oleh ANGSA BIRU di 12.37 0 komentar