Demi Sebuah Nama
(bagi bocah Gelagat)
Demi kebesaran sebuah nama (Gelagat)
Kita tinggalkan segala kemegahan
Menapaki setiap jalan di sudut kota
Bermodal nyali
Dengan nyawa puisi
Melangkah bersama
Demi mendapat sekeping receh
Kita menggedor-gedor pintu besi
Dengan puisi mati
Tak berarti
100 pujian. 1000 makian
Senantiasa mengiringi perjuangan kami
Menjalani proses kreatifitas
Demi satu cita-cita
Membesarkan sebuah nama (GELAGAT)
Nikmat Sujud
(bagi bocah Gelagat)
Demi kebesaran sebuah nama (Gelagat)
Kita tinggalkan segala kemegahan
Menapaki setiap jalan di sudut kota
Bermodal nyali
Dengan nyawa puisi
Melangkah bersama
Demi mendapat sekeping receh
Kita menggedor-gedor pintu besi
Dengan puisi mati
Tak berarti
100 pujian. 1000 makian
Senantiasa mengiringi perjuangan kami
Menjalani proses kreatifitas
Demi satu cita-cita
Membesarkan sebuah nama (GELAGAT)
Nikmat Sujud
Aku bersimpuh dihadapan-Mu
Memohon ampun
Atas segala kesalahan
Memohon petunjuk
Atas segala kekhilafan
Sebentang sajadah panjang
Tempat aku bersujud
Ku temukan ketenangan batin
Yang luar biasa nikmatnya
Air mataku mengalir
Bukan sebagai mutiara
Yang keluar dari kerang
Bukan pula sebagai hujan
Yang turun dari langit
Namun itulah jeritan hatiku
Tafakurku pada-Mu ya Allah
Seribu do'a kupanjatkan
Memohon kebesaran-MU
"Allah. . .
Sucikanlah hati ini
Agar dalam setiap langkah
Hanya nama-Mu yang mengiringi
Lindungilah telinga ini
Agar setiap waktu
Hanya senandung pujian terhadap_Mu
Yang kudengar
Jagalah mulut ini
Agar setiap saat
Nama-Mu lah yang senantiasa
Kusebut dalam dzikirku
Sajak Sayang untuk Abah
Abah . . .
Di balik lengkung kantung matamu
Kulihat jelas lelah yang kau rasa
Pada matamu yang memerah
Ada duka terselinap
Yang senantiasa kau sembunyikan
Abah . . .
Kuharapkan sebuah kesuksesan
Di balik perutmu yang membuncit
Ku berdo'a tuk kebahagiaanmu
Agar kau mendapat balasan
Dari segala yang kau beri pada kami,
Anak-anakmu
Abah . . .
Berhentilah sejenak dari kerjamu
Duduklah bersama kami !
Kami rindu akan candamu
Juga nasihatmu, tuk masa depan kami
Abah . . .
Jangan biarkan engkau lelah
Tuk mencari sesuap nasi demi kami
Bahagiaku berada di sampingmu
Bersama Ibu yang melahirkanku
Abah . . .,
Tak ada yang dapat ku beri
Tuk mengganti kebahagiaan
Yang telah kau beri pada kami
Bukanlah sebuah rumah besar
Atau mobil mewah
Namun hanya sebuah sajak
Dari anakmu
Yang hanyalah seorang penyair jalanan
Sajak Kematian
Terpisahnya jasad dan ruh
Membuat diri
Menjadi gagap
Tanpa gelagat
Gelap alam kubur
Mengingatkan segala takabur
Semasa hidup
Dapatkah semuanya lebur ?
Sendiri dalam gelap
Buatku merasa takut
Akan panas neraka
Buatku menangis
Akan rindu
Wangi surgawi
Hitam Putih Aku Benci
Aku membenci bayangan gelap
Yang tak lain adalah hitam
Gelap gulita
Sesekali diselingi
Tangis menyayat hati
"aku benci hitam"
Itu tanda satu duka besar
Putih
Bukan lagi lambang kesucian
Namun,
Putih dijadikan selimut
Untuk menutupi
Segala kebusukan
Dan kedhaliman
Putih dijadikan kedok
Membuat kemunafikan
Sebagai sumber kepercayaan
Menjadikan kejujuran
Terjebak menjadi tumbal
Hitam . . .
Aku benci duka yang mendalam!
Putih . . .aku benci kemunafikan !
Hitam. Putih. Hitam. Putih.
Hitam. Putih. Hitam. Putih.
Aku benci
Hitam putih
Bius Asmara
Siklus waktu berputar
Kekuatannya mampu merubah
Pribadi lugu
Kerinduan . . .
Sering kali
Membuat dada
Bernafas sesak
Membuat otak
berfikir sempit
Asmara telah membius seseorang
Menjadi pribadi asing bagi dirinya
Sajak Mampat
Ku terdesak
Penuh sesak
Dalam penat
Tubuhku sekarat
Pikiranku mampat
Hadapi aral
Metamorfosa
Ku tepis tangis
Demi tawa
Aku tertawa
Menutupi luka
Sandiwara Kehidupan
Bila hidup adalah sandiwara
Maka,
Bumi tempat kami berpijak
Adalah panggung yang nyata
Dan kami manusia penghuni bumi
Adalah lakon-lakon
Yang memerankan karakter masing-masing
Dan nasib kami
Adalah alur yang Kau cipta
Dan Kau Tuhanku . . .
Adalah sutradara alam
Sutradara tak terbatas kuasa
Sutradara abadi
Bila hidup memang sebuah peranan semata
Lewat alam,
Kau merenda kalimat-Mu
Mengejakan apa-apa yang tak terbaca
Mendiktekan segala yang belum kami ketahui
Dan mengajarkan kita
Tentang hakekat kehidupan
Adalah proses menuju kematian
Kau senantiasa memperlihatkan
Dan memberikan kepada kami
Kegaiban alam malakut-Mu
Tapi Kau juga mengalingi kami
Dari rahasia-Mu
Tuhan . . .
Kau benar-benar mengajari kami
Untuk mandiri dalam bersikap
Dan mengolah pikiran kami
Yang tidak tahu kemana ujungnya
Kau menciptakan seribu wajah
Menjadikannya sejuta karakter
Dan mempertemukannya dalam adegan yang berbeda
Oh . . . betapa besar kuasa-MU
Menciptakan segala yang Kau mau
Menjadikannya segala yang Kau kehendaki
Tapi bila memang demikian
Kapan Kau akan mengakhiri sandiwara ini ?
Mematikan semua tokoh dan peranannya ?
Menjadikannya dalam hidup yang sesungguhnya
Yang abadi . . .
Batu Risau
Apa yang kau cari ketika sunyi?,
Sedang ramai yang kau butuh
Apa yang kau ingin diantara banyak orang?,
Sedang kau muak diantara riuh
Kemudian kau marah karena sepi
Kau menangis karena ricuh
Kau berontak karena sakit
Dan kau tertawa karena resah
Apa yang kau maui dengan harimu?
Sementara yang kau cari tak pernah memuaskan hasratmu
Bagaimana kau puaskan nafsumu?
Sementara serakah senantiasa menyelimuti
Khilaf kau kata kau menyesal
Ketika segala macam duniawi
Tak lagi mampu memuaskan ragamu
Sementara jiwamu terus kehausan
Mencari mata air yang mampu menemukan dimana hatimu
Yang selama ini berlari
Bukan bersembunyi
Lakumu adalah memanjakan ketamakan
Sementara ucapmu congkak penuh angkuh
Tatapmu bengis penuh sinis
Tapi hatimu, menangis karena risau
Pikirmu tak tenang karena gelisah
Dan jiwamu berontak atas penyesalan
Lekaslah berlalu
Bagimu bayang masa lalu
Cukuplah kau menjadi seonggok batu
Untukmu Ma . . .
Bagaimana kau puaskan nafsumu?
Sementara serakah senantiasa menyelimuti
Khilaf kau kata kau menyesal
Ketika segala macam duniawi
Tak lagi mampu memuaskan ragamu
Sementara jiwamu terus kehausan
Mencari mata air yang mampu menemukan dimana hatimu
Yang selama ini berlari
Bukan bersembunyi
Lakumu adalah memanjakan ketamakan
Sementara ucapmu congkak penuh angkuh
Tatapmu bengis penuh sinis
Tapi hatimu, menangis karena risau
Pikirmu tak tenang karena gelisah
Dan jiwamu berontak atas penyesalan
Lekaslah berlalu
Bagimu bayang masa lalu
Cukuplah kau menjadi seonggok batu
Untukmu Ma . . .
Ma,
Mencinta dan menyayangmu
Tak kan ada batas waktunya
Tak kan ada batas kasihnya
Adalah engkau Ma,
Wanita hebat
Sumber inspirasiku
Sssstt . . . .!!!
Isyarat mata
Mata meraba
Meraba jiwa
Jiwa berbisik
Berbisik hati
Hati berkata
"cinta"
OA . . .OA . . .(Rindu dan Harap)
Suara itu,
Adalah kebanggan dari seorang ayah
Dan kesempurnaan bagi wanita
Yang melahirkan Nanda dari rahimnya
Suara itu,
Lebih bernyawa ketimbang
Perjuangan nafas Bunda yang terengah-engah
Antara hidup dan mati
Suara itu,
Jadi air mata bahagia bagi Bapak.
Kelak gadis kecil ini
Akan jadi wanita hebat
Kebanggaan dan harapan dari keduanya
KETERANGAN FOTO: - Para anggota Komunitas Sorlem foto bersama saat menghadiri pernikahan Penyair Endhi Kepanjen -Badriyah, Senin (10/11). Penyair Perempuan Ida fitri salah satu anggota yang aktif juga di kelompok tersebut.
1 komentar:
Dear Orang Tegal,
Satu hal yang saya ketahui ketika mengetahui komunitas sorlem adalah "wow". Itulah bentuk ungkapan saya ketika membuka blogspot ini dan bangga bisa menjadi bagian dari komunitas orang Tegal juga. Selamat buat teman2 komunitas sorlem, Selamat berkreasi dan berseni.
Pecinta Soto Senggol
Posting Komentar