Sabtu, 02 Mei 2009


Tegal Laka-laka?

* Oleh Hartono Ch Surya

SLOGAN Tegal Laka-Laka baru saya ketahui ketika melintas jalan Ahmad Yani, tertempel pada sebuah billboard yang melintang di ruas jalan itu, bertuliskan warna emas menyala. Laka-laka (bahasa Tegal) artinya jarang ada atau langka. Kalau diterjemahkan secara harfiah artinya jarang ada jarang ada atau langka-langka.

Tetapi demikianlah uniknya bahasa Tegal. Perulangan kata; laka yang pertama dimaksudkan sebagai pokok ungkapan, kemudian kata laka kedua merupakan penegas/penyemangat. Kata laka-laka juga berarti; bukan main, hebat, top, luar biasa, sebagai bentuk ungkapan memuji (rasa kagum) terhadap sesuatu hal.

Sebelumnya juga pernah populer slogan Tegal Keminclong Moncer Kotane, slogan yang sebenarnya sudah bagus. Tetapi mau berapa pun slogan itu dibikin tidaklah penting benar, yang penting adalah konsistensinya. Sebagaimana konsistensi Tegal tempo doeloe, Tegal yang disimbolkan sebagai banteng loreng ginoncengan bocah angon.

Simbol banteng loreng adalah gambaran watak orang Tegal yang keras hati dan teguh pendirian, ginoncengan (dibonceng) bocah angon (anak gembala) artinya; betapapun keras watak orang Tegal, ia akan menjadi luluh/lembut bila berhadapan anak gembala sekalipun, asal tahu cara mengambil hatinya. Bocah angon melambangkan si kecil/rakyat kecil yang lugu dan jujur.

Adipati Martoloyo adalah simbol watak pemimpin Tegal yang tegas, keras hati, teguh pendirian, yang meletakkan nilai kebenaran, kejujuran dan harga diri di atas segalanya. Kekuasaan bagi Martoloyo adalah martabat, kekuasaan tanpa martabat adalah pecundang.

Karena tidak ingin jadi pecundang kekuasaan, Martoloyo memilih mati demi harga diri. Brubuh Martoloyo-Martopuro merupakan antiklimaks dari nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan harga diri itu. "Sekali berarti, setelah itu mati!" (pinjam puisi Chairil Anwar) barangkali itulah sikap Martoloyo selaku penguasa Tegal waktu itu.

Manifestasi Martabat

Kebijakan otonomi (UU No 22 Tahun 1999) barangkali merupakan manifestasi dari martabat/harga diri daerah, sebagaimana sikap Martoloyo, dalam rangka menciptakan kemandirian dan kesejahteraan bersama.

Untuk mencapai itu semua, dibutuhkan para profesional; cerdas, gesit, jujur, bersih, dan berwibawa. Kalaulah pemimpin, maka ia pemimpin yang adil, pemimpin yang tegas, pemimpin yang peka. Pemimpin yang tidak adil, tegas, dan peka adalah pemimpin yang tidak bermartabat.

Banyak kebocoran yang terjadi di daerah lantaran kurangnya profesionalisme penyelenggara negara. Korupsi terus berlangsung. Otonomi seluas-luasnya justru kesempatan korupsi sebanyak-banyaknya.

Indikasi negatif dalam praktik pelaksanaan otonomi daerah, ditengarai banyak pihak, tidak akan mencapai tujuan utama, yakni peningkatan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat, tanpa didukung tenaga profesional yang bersih dan atau pemimpin yang tegas adil dan jujur.

Pemimpin adalah pemegang amanat institusi, maka ia haruslah sang pengayom yang adil, atasan yang tegas, bapak yang bijak, dan orang tua yang peka. Pemimpin tanpa rasa keadilan adalah pemimpin tak bernurani, pemimpin tidak tegas adalah pemimpin lemah, pemimpin tidak bijak adalah pemimpin tak berbudi, dan pemimpin tidak peka adalah pemimpin bebal.

Maka kalau saja sikap kepemimpinan kita berpijak dari rasa keadilan, barangkali Tuhan segera menghentikan azab dan petaka di negeri ini.

Mulailah kepemimpinan di Tegal dengan rasa keadilan yang seluruh. Usut tuntas segala bentuk penyelewengan. Tindak tegas pejabat-pejabat korup. Bersihkan setiap lini dari orang-orang mbandel.

Beri kewenangan penuh Badan Pengawas agar tidak cuma jadi momok bagi pegawai kecil, tapi giliran ketemu pejabat-pejabat nakal, lha kok loyo kehabisan tenaga. Merenunglah barang sejenak; negeri ini telah mencapai rekor tertinggi di bidang korupsi.

Mulailah dari Tegal sayangku, mulailah. Bersihkanlah dari Tegal sayangku, bersihkanlah. Bila suatu saat nanti Adipati Martoloyo bangkit dari tidur panjangnya, maka jangan kaget kalau ia akan bilang; "Tegal Laka-Laka!" (11)

-- Hartono Ch Surya, ketua Yayasan Pustaka Tegal.

( diambil dari harian Suara Merdeka, senin 30 april 2007)

0 komentar:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Free PDF Files