Kamis, 27 November 2008

HUJAN PUISI DI MALAM HUT SASTRA TEGALAN



Hujan Baca Puisi
di Malam Perayaan
HUT Sastra Tegalan

PINGGIR brug Kalimati
ésok metu sing omah aku ngloyor maring kantor
sing kesohor mangkat ésuk
balik soré
kadang-kadang bengi, aku ora ribut bayaran
digawé ana bayarané sapa kuwé?
Kuwé miki aku nang pinggré brug Kalimati alias sorlem

PUISI Tegalan sederhana itu dibacakan Widodo. Ia yang notabene pelukis, Rabu (26/11) malam itu, fasih membacakan puisi karya sendiri di malam HUT Sastra Tegalan.
Puisi dadakan yang dia bikin di HP, judulnya 'Pinggir Brug Kalimati Sorlem'. Aksi Widodo itu bagian kecil dari parade baca puisi Tegalan bak hujan membanjiri wilayah Kalimati dari para apresian acara yang didanai pimpinan KMSWT.
Seperti Ma’sudi Ach. Jeparan yang dikenal berprofesi pemijat, mengawali pembacaan puisi Tegalan berjudul ‘Petani’.

Petani bingung pupuk laka
BBM ngilang kayu disuyad
Laka kowen, ora bakalan bisa manggul senjata
laka kowen laka tenaga
tapi kowen saiki kaniaya
gonèng pejabat-pejabat...

Sindiran, maupun uneg-uneg tentang kuruwetan hidup ditumpahkan tiap pembaca malam itu. Selain Widodo dan Ma’sudi, ada juga Abiet Sabariang (wartawan Infomas Tegal), dan Sunaryo (pesulap). “Di malam Perayaan Hari Sastra Tegalan memang diwajibkan non penyair yang boleh baca puisi Tegalan. Yang merasa sebagai penyair atau sering pentas dilarang baca,” kata seorang penulis antologi puisi tegalan ‘Brug Abang’ Dwi Ery Santoso.
Namun tidak semua asyik menyimak pembacaan puisi Tegalan di malam yang dingin itu. Nurhidayat Poso misalnya, dia tetap cuek memain HP-nya. Meski gayeng, Dayat punya alasan sendiri untuk tidak menyimak pembacaan puisi rekan-rekannya. Mungkin karena sudah biasa kali ya?
Para pendekar seni Tegal yang baru lawatan Merayakan Hari Sastra Tegalan ke Semarang dan Solo hanya duduk manis sambil menilai para pembaca puisi, seperti Bramanthi S Riyadi, Bontot, Hartono dan lain sebagainya yang masih tampak menyisakan lelah di wajahnya. Bahkan, Pi’i, yang kerap melayani nasi dan poci mereka, tak ketinggalan didaulat baca puisi. Setelah dipaksa cukup lama, akhirnya mau juga ia tampil.
Seusai mereka berpuisi Tegalan, pemikiran kritis keluar dari mulut seniman artistik pertunjukan Moh. Azizi, menanyakan tentang sastra Tegalan mau diarahkan kemana?

“Sastra Tegalan pokoknya mau mengikuti lagu Tegalan yang sudah lama dikenal masyarakat Tegal,” jawab salah seorang penulis ‘Si Pengembara Badai’ mantap.
Sedianya malam itu panitia kecil acara akan menghadirkan grup musik keroncong, namun karena terhalang teknis, dibatalkan. Ya, Hari Sastra Tegalan yang diperingati tiap 26 November telah jadi kebanggaan sebagian seniman Tegal yang sejatinya sebagai moment spirit berkarya lebih banyak lagi dan diapresiasi secara luas, sehingga Sastra Tegalan benar-benar punya ‘cakar’ dalam khasanah sastra Nusantara (EK)

KETERANGAN Foto : Widodo (kaos putih) dan Fi'i saat membacakan puisitegalan dalam acara Perayaan Hari Sastra Tegal yang diperingati setiap tanggal 26 Nopember.

0 komentar:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Free PDF Files