Jumat, 28 November 2008

SAJAK SAJAK DIAH SETYAWATI


Sajak-sajak Diah Setyawati

Lelaki Kecapi dan Istri

Lelaki kumal berparit mata
kujumpai di pinggir kota
mainkan kecapi bersama istri
pernah menjadi gerilyawan semasa revolusi
dua anaknya, keduluan mati
barangkali lantaran perut belum terisi
sanitasi kurang memadai

Lelaki itu terpaku di hadapan
usai memeragakan jemari lentiknya memetik dawai-dawai
sembari mengiringi istri melantunkan megatruh
atau asmarandana
sesekali melirik menatap penuh selidik
katanya : “Wajahmu ngger mirip putriku kang wis kapundhut”.

Ada mendung menggantung pada sudut mata
ibu mana yang membendung
luapan rindu membatu
kerinduan itu selaksa merenangi samudra
mengadili kubur bathinku tanpa suara maupun warna

Lelaki kumal berparit mata menyandang kecapi bersama istri tercinta
kemarin ku sua disamping lampu merah perempatan kota
layu dan kusam saksikan dadu memutar alam
nasib telah main petak umpet
di balik kaos kakinya
yang busuk dan bolong

Adalah lelaki bijak pemilik rumah rindu
kini sering bertandang padaku
menghadiahkan lagu biru dengan suara kecapinya yang mendayu
kami saling memandang
perjuangan lalu, cah ayu
tidaklah sewangi nasi jagung
sedap tercium dari dapur biyung
ibu yang tidak lagi muda itu tiba-tiba
suntingkan melati di telingaku
tergagap lugu berkata

“Kula tresna kalih sliramu” cah ayu
bunga-bunga dalam kabut kesepianku berguguran seketika
daunnya melambai hingga jendela surga

Tegal, 08


Aku Terus Bermimpi

Tentang Negeri Ini

Katanya negeriku gemah ripah loh jinawi
kenapa, penghuninya kurang manusiawi
apalagi jika menyangkut soal rejeki
ah sungguh keji ! gitzu loh !
korupsi bagai bunga kuncup mekar susah layunya

Mimpiku tentang negeri ini adalah negeri cahaya
yang menerangi segala kebebalan dan kegagalan
dalam menyelesaikan tetek bengek persoalan
dari isi perut ; rekening listrik ; sekolah anak-anak
hingga biaya berobat yang bikin tobat

Dunia politik penuh intrik
janji-janji palsu di mimbar-mimbar yang memabukkan
tentang keadilan dan kesejahteraan
tapi kenapa orang-orang banyak lari keluar negeri
jadi babu di negeri sebrang
yang bisa diperlakukan sembarang
sebagai pelacur dan budak-budak
yang tenaganya diperas seperti sapi perah
tidakkah kalian marah
sedikit peduli
tapi toh terjadi berulang kali
sesungguhnya sangatlah sederhana keinginana orang-orang kecil
yang sering diangkut kedalam arus besar
perbaikan nasib, sementara mereka cukup ngemut driji
entah sampai kapan segala keinginan berbiji

Jambrut khatulistiwa semakin semrawut
bersiaplah untuk ngelus dada bersama bagi persada
kejahatan, kekerasan ada di mana-mana
mereka cenderung anarkis, bengis n sadis
maka terpaksa kitapun latah menyumpah : bangsat !
aku terus bermimpi tentang negeri ini jadi cahayanya bangsa
cahayanya nurani, agar tahu diri tak lepas kendali
ramah penduduknya, manis pekertinya
sebab akan kutitipkan anak cucuku, disetebah bumi ini
aku terus bermimpi
dan bermimpi tentang negeri ini
bukan cuma negeri khayalan

Tegal, 08


Saat Maut Menjemput


Bulan jatuh di atas keranda
ziarah siapa aku lancongi dipagi sepi
atau jazadku sendiri
terbaring rapi diesok nanti
menunggumu
dipinggir kebun tebu rumahku
belakang pabrik gula
yang tak pernah kurasa manisnya
pada halte penantian
degup jantung tak beraturan
biarkan aku mandi taubatMu sebentar
agar senyumku mawar
saat kau menimang
jadikan aku pengantinmu yang sempurna
tanpa luka; tanpa cela
kupanggil- panggil cahaya disisa usia
kangenku pada Nur Muhammad
dalam igau atau jaga
pada hening yang paling
jiwa mengasap melawat jauh
pasrahkan penuh
ruhku melabuh
wahai maut yang bakal menjemput
ingin aku menyambutmu
tanpa takut
beri aku kesempatan menata hati
mendidik masa kini dan esok nanti
lebih arif lagi
agar tangga surgaMu mampu kunaiki

Aku rindu sungai yang mengalir susu
rindu salam lembut nabiku
menyapa tidur panjangku

Tegal,08


Persetubuhan Kata-kata

sunyi yang titipkan
syahwatnya pada rahimku
persetubuhan kata – kata
teruslah mengalir pada tiap rongga
hingga sempurna dan tuangkan nafsu
menjadi benih seribu puisi
bukan narasi basi
atau gelisahnya mimpi
sekarang ; apalagi yang tak menjadi jalang
sedang mataMu pun bagai elang
menyalib
nasib
terpanggang
bimbang


Tegal,08


Hujan Belum Juga Reda


hujan belum juga reda
dari balik kaca jendela
masih kuhapal detak wajahmu
seperti sebuah batu
telanjang menungguimu
menampakkan diri kembali

tuhan telah mengkafani segenap kesakitan
meniupkan nafas baru bagi kemumianku
lewat kalimat tasbih yang cahayaNya
menyatukan pecahan jantungku

hujan belum juga reda;
pada perjumpaan suatu ketika nanti
barangkali kita saling gugup mengecup
bahkan ngungun diantara nyala birahi dan asap dendam
bukankah kita sama – sama menyisakan ingatan

hujan belum juga reda;
dari balik kaca jendela
air mata tungguku;
kuharap
tak sia-sia
menyertai kebangkitanmu
menjemput puisi hati
menjadi lebih berarti


Tegal, 08


Untuk Kesabaran

ketika dengung kilau
mata pisau
menghujam risau
pada hatimu yang ibu, mengabu
birunya hampir tak tersisa
jika telah bosan dengan warna kelam

tabuh sekali saja genta
dilogam emosi
sebagai irama pasti
untuk loncat dari jerat
yang memenjara
lihat disana tangan-Nya
melambai dari jendela surga
sesungguhya Ia janjikan
cinta yang melebih
tanpa pilih-pilih
diam-diamlah dalam kelangkanganku; lelaki
siapa gerangan menjelma kupu liar
membakar
api cemburu
bikin rabu matamu

burung bul-bul yang menjaga pintu rahimku
berubah sudah
menjadi sekawanan unggas
meranggas tuntas
nafas cintaku lepas

kubaca sisa luka di wajah sendiri
pada peta yang misteri
kelamin yang asing
matamu bukan lagi sampan atau kemudi
berjalanlah menuju kebenaran; wahai kesabaran
bukanlah penderitaan dan kemiskinan
menyucikan hati manusia
meski pikiran kita yang lemah
tak melihat sesuatupun yang berharga
kecuali kemudahan dan kebahagiaan


Tegal,07


Kutulis dan Kukirim surat

kutulis surat
ke alamat langit
tempat Tuhan menguntit
segala gerak
nafas sesak
luka nganak

kukirim surat
ke alamat hati
tempat menyembunyi
teka-teki dan misteri

kukirim surat
lisan tanpa tulisan
lewat sajadah
tempat air mata tumpah
dalam sujud
rindukan wujud
kasihMu

kukirim surat
pada siapa saja
dimanapun berada
isinya;
setelah kusetubuhi sepi
secepatnya ingin kuakhiri
bantu aku berdiri
agar tak seperti zombie
yang bangun dari mati

lampu-lampu bagai mata hantu
segelas susu telor dan madu
bolehlah sebagai pemicu
semangat baru kawali langkah
bersama nawaitu
kesendirian!
sesungguhnya aku jemu

Tegal,08


Tuhan, Sesungguhnya Akulah

Malu Itu

pada setiap ritme pertemuan
sesungguhnya akulah malu itu
lantaran pasti masih kau simpan kartu namaku
lengkap dengan segala catatan hitam putih
sedang selama ini hati
bagai kuda sembrani
tak terhitung selusin hati tersakiti
ah tersipulah!
tangan yang kotor harus dibasuh
dengan sesal tobat dan sujud sungguh
dari tubuh hingga ruh

ya Rahman, ya Rahim, ya Muhaimin
ajari lidah dan hati se-iya dalam berkata
kompak dan khusuk menyebut asmaMu
sampai gempa, gempar di dalam hati
agar jadi muara tempat berpijak kata bijak
jadi bengawan;
laut gelora
dalam dzikir
Allah, Allah, Allah
pada setiap ritme pertemuan
aku datang memburu rindu cahayaMu
jangan pernah berlalu
kalaulah bunga fasih mengungkap bahasa cinta
tentulah hari bisa melebihinya
maka dengan cinta
untukMu kuletakkan tahta yang paling
mengenyamping dari segala yang nyanding
ya Rabbi,

patrikan kesetiaan pada setiap dinding
nurani tanpa banding
pada setiap ritme pertemuan
biarlah malu itu bersamaku
agar aku merasa menjadi manusia
yang tak sia- sia

Tuhan ….
sesungguhnya, akulah malu itu!

Tegal,08


Jalan Rindu Jalan Membatu


mungkin kau tak kutemu lagi
di jalan rindu, di jalan yang sama membatu
selain puisi, selain mimpi
isak yang tersisa atau
waktu mengisyaratkan tunggu, maybe!

bukankah telah binasa kita dalam mengusung cinta
menuju tahtaNya
tak perlu risau, kelap- kelip nyalanya
yang sesekali masih mencahaya disetiap sepi
biar saja jadi saksi saat bercermin
lewat hati yang menyetia pada kebenaran
mungkin kau tak kutemu lagi
di jalan rindu di jalan yang sama membatu
ketika lorong matamu tak lagi menawarkan kangen
mengalpa, segala ingatan
sedang disini gelisah belum tuntas
masih saja ragu,
menakar rindu
untuk kembali menyeru!



Biodata :
Diah Setyawati berpuluh tahun bergelut dengan puisi, Antologi puisinya : Nyanyian anak Pantai, Tembang Jiwangga, banyak karyanya yang tergabung dalam kumpulan puisi 32 Penyair Jawa Tengah, Jentera Terkasa. Aktif di sanggar asah manah.Tinggal di Pangkah Kabupaten Tegal.

0 komentar:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Free PDF Files